Jumat, 11 April 2008

Mengantisipasi Munculnya Masalah

Opini

Mengantisipasi Munculnya Masalah

Dalam Pilkada

Bangsa yang belajar adalah bangsa yang setiap waktu senantiasa berbenah diri dalam melakukna perubahan-perubahan kearah yang lebih sempurna. Pemerintah Indonesia telah berusaha membenahi sistem yang telah ada dengan landasan untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Walaupun dalam pelaksanaan pilkada masih ditemui berbagai macam permasalahan tetapi ini semua wajar karena indonesia baru pada tahap belajar berdemokrasi yang langsung dilaksanakan oleh masyarakat. Juga merupakan pembelajaran politik masyarakat. Sehingga masyarakat dapat sadar dengan pentingnya berdemokrasi, menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapai sesuatu. Sebagai motifasi dalam pembelajaran demokrasi-politik yang baik adalah tidak melakukan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.

Belajar berdemokrasi

Pembelajaran berdemokrasi bukan hanya dimaksudkan untuk masyarakat akan tetapi segenap elemen pemerintahan, lembaga-lembaga yang terkait didalamnya seperti KPU, Partai Politik, Kepolisian dan kelompok-kelompok LSM serta Non Govenance Orgnitation (NGO)

Kesadaran berdemokrasi sangatlah penting untuk dipahami masyarakat, bukan hanya dipahami sekedear memberikan aspirasi kepada pemerintah yang berwewenang, akan tetapi pada pemilihan kepala daerah merupakan demokrasi yang tak kalah pentingnya sehingga masyarakat dituntut untuk engimplementasikan kedaulatanya, karena akan menentukan proses perjalanan pemerinatahan selama lima tahun kedepan. Asumsinya bahwa dengan demokrasi langsung dari masyarakat maka baik buruknya suatu daerah sangat ditentukan oleh masyarakat itu sendiri, dengan memilih pemimpin yang berdasaran pilihan murni hati nurani rakyat.

Bahwa, dalam demokrasi langsung selain sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah juga sebagai proses kaderisasi kepemimpinan. Dengan asumsi bahwa Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Disinilah pentingya masyarakat dalam berpartisipasi, berdemokrasi, siap untuk bebeda pendapat, dan saling toleransi.

­Landasan normatif

Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat. Sebagaimana dalam perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Masalah pilkada

Dalam pelaksanaan pilkada takjarang kita dengar adanya penggunaan ijazah palsu, ini sangat memprihatinkan sebab dari proses awal masih saja terdapat bakal calon yang tidak fair dan mejadi calon pemimpin yang bermental korup.

Konsekuensi sebuah petarungan politik pilkada adalah pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Seringkali bagi pihak yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada. Sehingga dia akan melakukan cara guna mengkritisi lembaga penyelenggara pilkada, bahkan tidak jarang melakukna mengerahkan massa sebagai luapan kekecewaan terhadap proses penyelenggaran. dan ataukah merupakan kekecewaan atas kekalahan dalam sebuah pertarungan. Hal ini membuktikan rendahnya kesadaran poltik masyarakat.

Sebagai langkah antisipasi maka lembaga penyelenggara (KPU) biasanya melakukan ikrar siap menang dan siap kalah. demikian juga kelompok seperti mahasiswa dan LSM/NGO dengan melakukna kampanye “damai”. namun demikian tetap saja ada masalah yang muncul, diselah-selah perubahan konstalasi politik, Masalah-masalah pilkada dimaksudkan sebagai berikut

Intimidasi

Di tengah tengah idealisme masyarakat untuk memilih kepala daerah berdasarkan hati nurani, namun juga masih ada pihak yang melakukan pemaksaan (intmidasi). Sebagai masyarakat yang lemah akan goyah dilemma untuk tidak menerima, sebab akan menjadi ketakutan akan keamanan secara individu dan keluarganya.

Disinilah pentingnya panwaslu dan pihak kepolisian untuk menjamin keamanan pemilih. Maka disetiap daerah kabupaten, kecamatan, desa, bahkan sampai RT/RW selama dalam proses pilkada ditempatkan pihak keamanan untuk memberikan jaminan keselamatan pemilih. Selain dari itu juga pentingnya masyarakat bekerja sama dengan pihak keamanan dan proaktif memberikan laporan ketika terjadi intimidasi.

Menggunakan kekerasan intimidasi terhadap masyarakat lemah sangat beresiko fatal sebab selain mencederai proses demokratisasi juga pontesial untuk terjadinya konflik horizontal. Hal ini sangat melanggar cita asas penyelenggaraan pilkada yang jurdil dan luber.

Start kampanye

Tindakan ini paling sering terjadi. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Ditengah-tengah masyarakat yang justru merusak pemandangan kota. Sering juga untuk bakal calon incumbent melakukan tour kebeberapa daerah dengan kedok kunjungan kepala daerah. Juga melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat dengan alasan silaturrahmi. Hal tersebut terlihat intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu.

Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyampaikan visi misinya dalam acara tersebut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai..

Money politik

Money politik adalah istilah buruk dalam pilkada, namun demikian terkadang juga dilakukan oleh para kontestan, sebab money politik sebagi cara pintas untuk meraut suara lebih banyak. Dan menjadi kebutuhan pangsa pasar (konstituen) yang secara ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah. Sehingga dimanfaatkan untuk menghalalkan segala cara. Money politik bukan hanya dimaksudkan praktek uang sebelum proses pemilihan, tetapi juga dimaksudkan dengan pembagian sembako dengan deal harus memilih calon tertentu.

Dengan rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka pertama dengan mudah diperalat dan diatur hanya karena kepentingan sesaat. Kedua masyarakat tidak kritis dan tidak siap mental untuk berkata tidak….! demi sebuah demokrasi

Kampanye negatif

Kampanye negative dimaksudkan melakukan penebaran fitnah Black campigne terhadap rival. Sesungguhnya sikap tersebut bukan hanya beresiko pada integritas pada calon akan tetapi juga akan mengancam dan merusak integritas daerah tersebut. Sebab lambat laun akan terpublikasi oleh media sampai pada daerah tetangga yang menyaksikan proses pilkada yang dianggap tidak beretika.

Kampanye negative sangat berpengaruh pada munculnya bibit-bibit perpecahan ditengah-tengah masyarakat. Sebab siapapun sebagai tim sukses atau simpatisan tentunya tidak senang dengan adanya issue negative yang diarahkan pada kandidatnya. Disinilah pentingnya sikap toleransi dan perbedaan dalam berdemokrasi.

Dalam berdemokrasi tentunya selalu ada masalah demikian pada proses pilkada yang memang melibatkan orang banyak. Namun demikian menjadi harapan masalah tersebut dapat dieliminir, karena bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan peyelenggara pilkada. Tetapi yang lebih penting adalag peran serta masyarakat untuk membangun daerah yan lebih baik, dengan menjaga ketertiban dan kelancara dalam proses pilkada. Inilah subtansi awal belajar beremokrasi.




Penulis

Patawari, S.Hi., M.H.

Mahasiswa Tantra UNHAS

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda